Home Artikel 6 Larangan pada Era Pemerintahan Orde Baru (Orba) Pimpinan Soeharto

6 Larangan pada Era Pemerintahan Orde Baru (Orba) Pimpinan Soeharto

7 min read
0
0
369
Pemerintahan Orde Baru Soeharto (gambar: watyutink.com)

PUBLIKSUTRA.ID – Soeharto pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Pria berjuluk The Smiling General tersebut memiliki beberapa program unggulan, yang manfaatnya dapat dirasakan di hari ini.

Salah satunya adalah program Keluarga Berencana (KB). Program tersebut terbukti dapat menekan laju populasi penduduk, atau mencegah over populated di Indonesia.

Kebijakan lain pemerintahan Orde Baru di bawah komando Soeharto adalah terkait dengan larangan-larangannya. Tedapat beberapa hal yang dilarang pada masa Orde Baru. Dilansir melalui beberapa sumber, berikut diantaranya:

1. Pria dilarang berambut gondrong

Andi Achdian dalam pengantarnya di buku “Dilarang Gondrong: Prakti Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an” (2010: vii) menyebutkan, kebijakan yang melarang rambut gondrong bagi pemuda pria, pernah ditayangkan di TVRI pada tanggal 1 Oktober 1973.

Selain itu, Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Jenderal Soemitro juga mengumumkan kebijakan itu, dalam sebuah acara televisi berjudul “Bincang-bincang di TVRI”.

Soemitro menyatakan bahwa fenomena rambut gondrong pada pemuda, dapat menyebabkan keadaan acuh tak acuh yang dapat memancing dan meningkatkan kriminalitas di Indonesia.

Sejarah rambut gondrong berlanjut ketika ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) menanggapi larangan rambut gondrong tersebut secara serius. Misalnya yang terjadi di Sumatera Utara. Para pemuda yang berambut gondrong, diperlakukan layaknya penyakit yang berbahaya bagi masyarakat.

2. Kegiatan kampus dibatasi

Pembatasan kegiatan kampus terjadi seiring munculnya Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). NKK/BKK merupakan penataan organisasi kemahasiswaan, dengan cara menghapus organisasi kemahasiswaan yang lama seperti Dewan Mahasiswa. Diganti dengan format yang baru.

NKK/BKK merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Soeharto pada tahun 1977-1978. Peraturan tersebut dibuat untuk memecah gerakan mahasiswa, yang mulai masif pada saat itu.

3. Banyak buku yang dilarang untuk dibaca

Pramoedya Ananta Toer adalah satu-satunya sastrawan Indonesia yang berkali-kali dinominasikan untuk meraih Penghargaan Nobel dalam bidang Sastra.

Pram sempat dipenjarakan pemerintahan Orde Baru, karena karyanya yang dianggap membahayakan bangsa. Serta keterlibatannya dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang merupakan organisasi underbouw Partai Komunis Indonesia (PKI).

Karya-karya Pram sempat dilarang pada masa pemerintah Orde Baru. Padahal, bukunya memuat tentang beberapa sejarah kelam bangsa Indonesia. Seperti praktik feodalisme dan kolonialisme.

Baca Juga: Kabar Gembira! Penerima BSU Akan Diperluas Hingga 1,7 Juta Pekerja

4. Tidak boleh bertato

Di sekitar tahun 1981 hingga 1985, pemerintah Orde Baru disinyalir melakukan operasi yang menjaring preman dan anak-anak jalanan liar. Operasi tersebut dilakukan dengan sangat brutal, yaitu dengan menembak siapa saja yang berkeliaran di jalan. Terutama mereka yang memiliki tato.

Mayat korban kerap dibiarkan begitu saja, hingga ditemukan oleh warga. Hal tersebut dilakukan lantaran agar masyarakat mendapatkan efek jera. Sejak saat itu, stigma tato menjadi lekat dengan tindak kriminal. Secara tidak langsung, pemerintah Orde Baru pimpinan Soeharto tidak memperbolehkan masyarakat untuk bertato.

5. Tidak boleh bersikap kritis terhadap Pemerintah

Mengkritik pemerintah pada masa Orde Baru hukumnya adalah haram. Bahkan, mengkritik melalui  lagu saja bisa berujung bui. Hal tersebut pernah menimpa salah satu musisi legenderis Indonesia, yaitu Iwan Fals.

Selain itu, banyak aktivis yang mengkritik pemerintahan Orde Baru berujung pada tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini. Lantaran telah dihilangkan paksa oleh pemerintahan Soeharto. Sebut saja salah satunya adalah Wiji Thukul.

6. Tidak boleh merayakan Imlek di muka umum

Perayaan Imlek di muka umum resmi dilarang, seiring dengan munculnya Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967. Barongsai dan liang liong tidak dipernekankan untuk ditampilkan. Serta lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Oleh karenanya, tidak pernah ada Imlek yang meriah selama 32 tahun di Indonesia. Selain itu, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto juga mengeluarkan 21 peraturan perundangan yang diskriminatif terhadap keturunan Tionghoa. Salah satu peraturan tersebut adalah ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China pada tahun 1966.

Editor: Rizky Adha Mahendra

Sumber: kompas.com, tagar.id, tribunnews.com, harapanrakyat.com, alinea.id

Load More Related Articles
Load More By Publik Sultra
Load More In Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Mendekati Kesehatan Holistik: Pendekatan Terintegrasi untuk Kesejahteraan Fisik dan Mental…