
Ilustrasi
JAKARTA, HARIANHALUAN.COM - Perselisihan Rusia dan Amerika Serikat kian memanas, terutama mengenai pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny. Pemerintahan Presiden Joe Biden memperingatkan Rusia untuk tidak membiarkan Navalny mati dalam tahanan.
"Kami telah mengkomunikasikan kepada pemerintah Rusia bahwa apa yang terjadi pada Navalny dalam tahanan mereka adalah tanggung jawab mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh komunitas internasional," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan pada Minggu (18/4/2021), dikutip dari CNBC International.
Baca Juga : Hong Kong Larang Penerbangan dari India-Filipina-Pakistan Gegara Ada Virus Mutan
"Kami sudah komunikasikan bahwa akan ada konsekuensi jika Pak Navalny meninggal," tambahnya.
Laporan Associated Press (AP News) menuliskan seorang juru bicara Navalny mengatakan bahwa kesehatan pemimpin opisisi telah memburuk sejak penahanannya. Navalny memulai mogok makan untuk memaksa para sipir memberikan akses ke perawatan medis luar untuk nyeri di punggung dan kakinya.
Baca Juga : Kasus Positif dan Kematian Covid-19 di Pakistan Tembus Rekor
Sementara seorang pengacara untuk Navalny mengatakan dia menderita dua hernia tulang belakang.
Pihak berwenang Rusia sebelumnya mengatakan mereka sudah menawarkan perawatan medis yang layak kepada Navalny tetapi dia terus menolaknya. Penjara telah menolak untuk mengizinkan dokter pilihan Navalny dari luar fasilitas untuk mengelola perawatannya.
Baca Juga : Perawat Florida Terancam Bui 5 Tahun, Usai Ancam Bunuh Kamala Harris
Pada Sabtu (17/4/2021), mengutip CNBC Indonesia, dokter Yaroslav Ashikhmin mengatakan bahwa hasil tes yang dia terima dari keluarga Navalny menunjukkan bahwa kritikus tersebut telah meningkatkan kadar kalium, yang dapat memicu serangan jantung. Navalny juga memiliki kadar kreatinin yang meningkat yang mengindikasikan potensi gagal ginjal.
"Pasien kami bisa meninggal kapan saja," kata Ashikhmin dalam sebuah posting Facebook.
Baca Juga : Ikuti Langkah AS, Giliran Ceko Usir 18 Diplomat Rusia
Navalny, yang merupakan kritikus nomor satu Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin, sempat keracunan zat syaraf pada Agustus 2020 lalu. Akibatnya Navalny harus melakukan pengobatan di Berlin, Jerman. AS menyebut Pemerintahan Rusia saat ini merupakan dalang dibalik insiden tersebut.
Kecurigaan AS semakin menguat saat Navalny ditangkap saat kembali ke Rusia pada awal tahun 2021. Ia ditangkap pihak berwenang saat pemeriksaan paspor dan kemudian dijatuhi hukuman penjara lebih dari dua tahun.
Maret lalu, AS menjatuhkan sanksi kepada tujuh anggota pemerintah Rusia atas dugaan keracunan dan penahanan Navalny. Sanksi tersebut adalah yang pertama menargetkan Moskow di bawah kepemimpinan Biden. Pemerintahan Trump sebelumnya tidak mengambil tindakan terhadap Rusia atas situasi Navalny.
Di sisi lain, Kremlin berulang kali membantah berperan dalam kasus keracunan Navalny. Putin juga sempat menawarkan untuk mengadakan pembicaraan virtual dengan Biden setelah pemimpin Amerika itu menyebutkannya sebagai pembunuh dalam kasus keracunan Navalny. (*)
Editor : Rahma Nurjana | Sumber : CNBC Indonesia
facebook sharing button Sharetwitter sharing button Tweetwhatsapp sharing button Sharetelegram sharing button Shareemail sharing buttonsharethis sharing button
Follow Sosial Media Harianhaluan.com
facebook sharing buttontwitter sharing buttoninstagram sharing button
BERITA REKOMENDASI
Mgid
Mgid
Veneer Ini 300 Kali Lebih Baik dari Gigi Palsu!
Miliki Produk Super Replika Rolex dengan Diskon 90%
Epy Kusnandar: Dari Tajir Melintir hingga jadi Pencuci Piring
Ingin Hidup 100 Tahun? Bersihkan Pembuluh Darah! Inilah Caranya
Nenek 120 Tahun: “Pembersihan Pembuluh Darah Sangatlah Mudah!“
Suku Pedalaman Baduy sudah Biasa; 5 Ini Pasti Kamu belum Tahu
BERITA POPULERINDEX »
Senin, 19 April 2021 - 08:24:59 WIB
Pouch Amanda Manopo Disebut Mirip Buntelan, Netizen: Ternyata Harganya Bisa untuk THR Sekampung!
Senin, 19 April 2021 - 06:47:39 WIB
Keberadaan Jozeph Paul Zhang Terus Dilacak, Kabar Terbaru Sudah Keluar dari Jerman
Ahad, 18 April 2021 - 23:07:17 WIB
Diduga Jadi Korban Pengeroyokan, Seorang Polisi Meninggal di Trotoar
Ahad, 18 April 2021 - 22:05:46 WIB
Kasus Covid-19 Terus Meningkat, Hari Ini Riau 4 Besar di Indonesia
Ahad, 18 April 2021 - 21:18:31 WIB
Penertiban Balap Liar di Padang, Seorang Personel Polisi Ditabrak
Selengkapnya
BERITA TERKINIINDEX »
Senin, 19 April 2021 - 11:46:50 WIB
Nathalie Holscher Hapus Foto Sule, Unggahan Putri Delina Jadi Sorotan
Senin, 19 April 2021 - 11:40:36 WIB
Berikut 5 Tips Aman Berolahraga, Tubuh Tetap Bugar saat Puasa
Senin, 19 April 2021 - 11:25:29 WIB
Hong Kong Larang Penerbangan dari India-Filipina-Pakistan Gegara Ada Virus Mutan
Senin, 19 April 2021 - 10:53:33 WIB
Belum Kelasnya Jadi Menteri Investasi, Ahok Lebih Cocok Mendikbud
Senin, 19 April 2021 - 10:47:30 WIB
30% Orang Tua di DKI Jakarta Izinkan Anak Ikut Sekolah Tatap Muka: PJJ tidak Efektif
Selengkapnya
Ilustrasi
JAKARTA, HARIANHALUAN.COM - Perselisihan Rusia dan Amerika Serikat kian memanas, terutama mengenai pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny. Pemerintahan Presiden Joe Biden memperingatkan Rusia untuk tidak membiarkan Navalny mati dalam tahanan.
"Kami telah mengkomunikasikan kepada pemerintah Rusia bahwa apa yang terjadi pada Navalny dalam tahanan mereka adalah tanggung jawab mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh komunitas internasional," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan pada Minggu (18/4/2021), dikutip dari CNBC International.
Baca Juga : Hong Kong Larang Penerbangan dari India-Filipina-Pakistan Gegara Ada Virus Mutan
"Kami sudah komunikasikan bahwa akan ada konsekuensi jika Pak Navalny meninggal," tambahnya.
Laporan Associated Press (AP News) menuliskan seorang juru bicara Navalny mengatakan bahwa kesehatan pemimpin opisisi telah memburuk sejak penahanannya. Navalny memulai mogok makan untuk memaksa para sipir memberikan akses ke perawatan medis luar untuk nyeri di punggung dan kakinya.
Baca Juga : Kasus Positif dan Kematian Covid-19 di Pakistan Tembus Rekor
Sementara seorang pengacara untuk Navalny mengatakan dia menderita dua hernia tulang belakang.
Pihak berwenang Rusia sebelumnya mengatakan mereka sudah menawarkan perawatan medis yang layak kepada Navalny tetapi dia terus menolaknya. Penjara telah menolak untuk mengizinkan dokter pilihan Navalny dari luar fasilitas untuk mengelola perawatannya.
Baca Juga : Perawat Florida Terancam Bui 5 Tahun, Usai Ancam Bunuh Kamala Harris
Pada Sabtu (17/4/2021), mengutip CNBC Indonesia, dokter Yaroslav Ashikhmin mengatakan bahwa hasil tes yang dia terima dari keluarga Navalny menunjukkan bahwa kritikus tersebut telah meningkatkan kadar kalium, yang dapat memicu serangan jantung. Navalny juga memiliki kadar kreatinin yang meningkat yang mengindikasikan potensi gagal ginjal.
"Pasien kami bisa meninggal kapan saja," kata Ashikhmin dalam sebuah posting Facebook.
Baca Juga : Ikuti Langkah AS, Giliran Ceko Usir 18 Diplomat Rusia
Navalny, yang merupakan kritikus nomor satu Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin, sempat keracunan zat syaraf pada Agustus 2020 lalu. Akibatnya Navalny harus melakukan pengobatan di Berlin, Jerman. AS menyebut Pemerintahan Rusia saat ini merupakan dalang dibalik insiden tersebut.
Kecurigaan AS semakin menguat saat Navalny ditangkap saat kembali ke Rusia pada awal tahun 2021. Ia ditangkap pihak berwenang saat pemeriksaan paspor dan kemudian dijatuhi hukuman penjara lebih dari dua tahun.
Maret lalu, AS menjatuhkan sanksi kepada tujuh anggota pemerintah Rusia atas dugaan keracunan dan penahanan Navalny. Sanksi tersebut adalah yang pertama menargetkan Moskow di bawah kepemimpinan Biden. Pemerintahan Trump sebelumnya tidak mengambil tindakan terhadap Rusia atas situasi Navalny.
Di sisi lain, Kremlin berulang kali membantah berperan dalam kasus keracunan Navalny. Putin juga sempat menawarkan untuk mengadakan pembicaraan virtual dengan Biden setelah pemimpin Amerika itu menyebutkannya sebagai pembunuh dalam kasus keracunan Navalny. (*)
Editor : Rahma Nurjana | Sumber : CNBC Indonesia
facebook sharing button Sharetwitter sharing button Tweetwhatsapp sharing button Sharetelegram sharing button Shareemail sharing buttonsharethis sharing button
Follow Sosial Media Harianhaluan.com
facebook sharing buttontwitter sharing buttoninstagram sharing button
BERITA REKOMENDASI
Mgid
Mgid
Veneer Ini 300 Kali Lebih Baik dari Gigi Palsu!
Miliki Produk Super Replika Rolex dengan Diskon 90%
Epy Kusnandar: Dari Tajir Melintir hingga jadi Pencuci Piring
Ingin Hidup 100 Tahun? Bersihkan Pembuluh Darah! Inilah Caranya
Nenek 120 Tahun: “Pembersihan Pembuluh Darah Sangatlah Mudah!“
Suku Pedalaman Baduy sudah Biasa; 5 Ini Pasti Kamu belum Tahu
BERITA POPULERINDEX »
Senin, 19 April 2021 - 08:24:59 WIB
Pouch Amanda Manopo Disebut Mirip Buntelan, Netizen: Ternyata Harganya Bisa untuk THR Sekampung!
Senin, 19 April 2021 - 06:47:39 WIB
Keberadaan Jozeph Paul Zhang Terus Dilacak, Kabar Terbaru Sudah Keluar dari Jerman
Ahad, 18 April 2021 - 23:07:17 WIB
Diduga Jadi Korban Pengeroyokan, Seorang Polisi Meninggal di Trotoar
Ahad, 18 April 2021 - 22:05:46 WIB
Kasus Covid-19 Terus Meningkat, Hari Ini Riau 4 Besar di Indonesia
Ahad, 18 April 2021 - 21:18:31 WIB
Penertiban Balap Liar di Padang, Seorang Personel Polisi Ditabrak
Selengkapnya
BERITA TERKINIINDEX »
Senin, 19 April 2021 - 11:46:50 WIB
Nathalie Holscher Hapus Foto Sule, Unggahan Putri Delina Jadi Sorotan
Senin, 19 April 2021 - 11:40:36 WIB
Berikut 5 Tips Aman Berolahraga, Tubuh Tetap Bugar saat Puasa
Senin, 19 April 2021 - 11:25:29 WIB
Hong Kong Larang Penerbangan dari India-Filipina-Pakistan Gegara Ada Virus Mutan
Senin, 19 April 2021 - 10:53:33 WIB
Belum Kelasnya Jadi Menteri Investasi, Ahok Lebih Cocok Mendikbud
Senin, 19 April 2021 - 10:47:30 WIB
30% Orang Tua di DKI Jakarta Izinkan Anak Ikut Sekolah Tatap Muka: PJJ tidak Efektif
Selengkapnya

publiksultra.id – Perselisihan Rusia dan Amerika Serikat kian memanas, terutama mengenai pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny. Pemerintahan Presiden Joe Biden memperingatkan Rusia untuk tidak membiarkan Navalny mati dalam tahanan.
“Kami telah mengkomunikasikan kepada pemerintah Rusia bahwa apa yang terjadi pada Navalny dalam tahanan mereka adalah tanggung jawab mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh komunitas internasional,” kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan pada Minggu (18/4/2021), dikutip dari CNBC International.
Baca Juga : Pelantikan Presiden AS, Jokowi Ucapkan Selamat pada Joe Biden
“Kami sudah komunikasikan bahwa akan ada konsekuensi jika Pak Navalny meninggal,” tambahnya.
Laporan Associated Press (AP News) menuliskan seorang juru bicara Navalny mengatakan bahwa kesehatan pemimpin opisisi telah memburuk sejak penahanannya. Navalny memulai mogok makan untuk memaksa para sipir memberikan akses ke perawatan medis luar untuk nyeri di punggung dan kakinya.
Sementara seorang pengacara untuk Navalny mengatakan dia menderita dua hernia tulang belakang.
Pihak berwenang Rusia sebelumnya mengatakan mereka sudah menawarkan perawatan medis yang layak kepada Navalny tetapi dia terus menolaknya. Penjara telah menolak untuk mengizinkan dokter pilihan Navalny dari luar fasilitas untuk mengelola perawatannya.
Pada Sabtu (17/4/2021), mengutip CNBC Indonesia, dokter Yaroslav Ashikhmin mengatakan bahwa hasil tes yang dia terima dari keluarga Navalny menunjukkan bahwa kritikus tersebut telah meningkatkan kadar kalium, yang dapat memicu serangan jantung. Navalny juga memiliki kadar kreatinin yang meningkat yang mengindikasikan potensi gagal ginjal.
“Pasien kami bisa meninggal kapan saja,” kata Ashikhmin dalam sebuah posting Facebook.
Navalny, yang merupakan kritikus nomor satu Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin, sempat keracunan zat syaraf pada Agustus 2020 lalu. Akibatnya Navalny harus melakukan pengobatan di Berlin, Jerman. AS menyebut Pemerintahan Rusia saat ini merupakan dalang dibalik insiden tersebut.
Kecurigaan AS semakin menguat saat Navalny ditangkap saat kembali ke Rusia pada awal tahun 2021. Ia ditangkap pihak berwenang saat pemeriksaan paspor dan kemudian dijatuhi hukuman penjara lebih dari dua tahun.
Maret lalu, AS menjatuhkan sanksi kepada tujuh anggota pemerintah Rusia atas dugaan keracunan dan penahanan Navalny. Sanksi tersebut adalah yang pertama menargetkan Moskow di bawah kepemimpinan Biden. Pemerintahan Trump sebelumnya tidak mengambil tindakan terhadap Rusia atas situasi Navalny.
Di sisi lain, Kremlin berulang kali membantah berperan dalam kasus keracunan Navalny. Putin juga sempat menawarkan untuk mengadakan pembicaraan virtual dengan Biden setelah pemimpin Amerika itu menyebutkannya sebagai pembunuh dalam kasus keracunan Navalny. (*)
Editor : Rahma Nurjana | Sumber : CNBC Indonesia