UU Perlindungan Data: Solusi atau Sekadar Formalitas Pemerintah?

Belakangan ini, kita sering mendengar berita soal kebocoran data pribadi — dari data pelanggan, akun media sosial, hingga informasi keuangan. Hal ini membuat banyak orang khawatir dan mulai bertanya: “Siapa yang sebenarnya melindungi data kita?”

Sebagai respons, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Undang-undang ini disebut-sebut sebagai “perisai hukum” untuk melindungi informasi pribadi masyarakat. Tapi, apakah UU ini benar-benar jadi solusi? Atau hanya sekadar formalitas?

Apa Itu UU Perlindungan Data Pribadi?

UU PDP, yang disahkan pada tahun 2022, dibuat untuk mengatur bagaimana data pribadi dikumpulkan, digunakan, disimpan, dan dilindungi.
UU ini melibatkan beberapa pihak:

  • Pemilik data: masyarakat umum seperti kita semua.
  • Pengendali data: pihak yang menentukan bagaimana data digunakan (misalnya perusahaan).
  • Prosesor data: pihak yang memproses data atas perintah pengendali (seperti penyedia server atau layanan IT).

Tujuan UU ini jelas: melindungi hak masyarakat atas data pribadinya.

Harapan dari Adanya UU PDP

Ketika UU ini dibuat, banyak yang berharap:

  • Masyarakat merasa lebih aman saat memberikan data pribadi.
  • Instansi dan perusahaan lebih bertanggung jawab menjaga data.
  • Pemilik data bisa tahu dan mengontrol siapa yang menyimpan datanya.
  • Pelanggaran bisa ditindak dengan jelas dan tegas.

Dengan kata lain, UU ini seharusnya menjadi solusi nyata dalam menghadapi maraknya kejahatan digital.

Tapi, Kenyataannya Tidak Semudah Itu…

Sayangnya, penerapan UU ini masih menemui banyak tantangan:

1. Kurangnya Sosialisasi

Banyak masyarakat belum tahu mereka punya hak atas data pribadi. Mereka tidak tahu bahwa mereka bisa meminta data dihapus, diubah, atau tidak dikumpulkan.

2. Kesiapan Teknis Masih Lemah

Banyak instansi, terutama yang kecil, belum punya sistem yang bisa menjamin keamanan data. Mereka juga belum tahu bagaimana mematuhi aturan yang baru ini.

3. Penegakan Hukum Masih Lemah

Sudah banyak kebocoran data yang terjadi, tapi hanya sedikit yang benar-benar diproses secara hukum. Banyak pelaku tidak ditindak.

4. Belum Ada Lembaga Pengawas yang Kuat

Idealnya, ada lembaga independen khusus yang mengawasi perlindungan data. Tapi sampai sekarang, lembaga tersebut belum terbentuk secara maksimal.

Apakah UU Ini Hanya Jadi Formalitas?

Banyak orang mulai ragu. UU ini terlihat bagus di atas kertas, tapi:

  • Tidak ada tindakan nyata terhadap pelanggar.
  • Perusahaan besar seakan bebas melakukan pelanggaran.
  • Masyarakat tidak merasa benar-benar dilindungi.

Jika dibiarkan, UU ini bisa dianggap hanya formalitas — hanya untuk “memenuhi kewajiban” tanpa hasil nyata.

Lalu, Apa yang Harus Dilakukan?

Agar UU ini benar-benar bermanfaat, beberapa hal perlu dilakukan:

  1. Pemerintah harus tegas dalam menindak pelanggaran data, tanpa pandang bulu.
  2. Masyarakat harus diedukasi, agar tahu hak-haknya dan berani melapor.
  3. Perusahaan harus lebih transparan dalam mengelola data pelanggan.
  4. Lembaga pengawas independen harus segera dibentuk dan diberi wewenang kuat.

Kesimpulan

UU Perlindungan Data sebenarnya punya potensi besar untuk menjadi solusi atas masalah kebocoran data di Indonesia. Tapi potensi itu bisa hilang jika tidak dijalankan dengan serius.

Agar UU ini tidak sekadar formalitas, semua pihak — pemerintah, masyarakat, dan perusahaan — harus bekerja sama. Bukan hanya membuat aturan, tapi juga menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Karena di era digital, melindungi data sama pentingnya dengan melindungi diri sendiri.


Adam Sanggula

23156201030