Home Berita Survei: 33,2 Juta Perempuan di Indonesia Alami Kekerasan Fisik

Survei: 33,2 Juta Perempuan di Indonesia Alami Kekerasan Fisik

8 min read
0
0
307
Ilustrasi

JAKARTA, PUBLIKSULTRA.ID – Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas harus dipersiapkan sejak dini. Salah satu proses penting untuk menghasilkan SDM unggul adalah memastikan setiap bayi yang lahir adalah dari seorang ibu yang sehat secara fisik, mental, dan sosial.

Harapannya, bayi tersebut terbebas dari stunting dan ketika tumbuh, mereka terpenuhi hak-haknya dan terbebas dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Baca Juga: Perempuan Kurang Minat Terjun Dalam Politik, Salah Siapa?

Dari sinilah, kita bisa menilai peran seorang ibu sangat besar dalam mencetak SDM yang unggul. Pola pengasuhan serta pemberian gizi yang baik akan menentukan masa depan anak.

Perlu diketahui, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016, 1 dari 3 atau 33,33 % (prevalensi) atau sekitar 33,2 juta perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik/seksual dan 1 dari 10 perempuan di usia tersebut mengalami kekerasan di 12 bulan terakhir.

Baca Juga: Perempuan Rentan Alami Long Covid, Ini Sebabnya

Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018 mencatat 2 dari 3 anak-anak atau 66,67 % (prevalensi) anak-anak atau sekitar 53,06 juta anak-anak dan remaja perempuan atau laki-laki pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya.

Kekerasan yang dialami oleh anak dan remaja cenderung tidak berdiri sendiri tetapi bersifat tumpang tindih di antara jenis kekerasan, mencakup kekerasan fisik, emosional, dan seksual.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan masih banyak isu gender dalam pembangunan dan tingkat pemahaman masyarakat tentang hak perempuan dan anak, terutama hak untuk terbebas dari kekerasan dan berbagai bentuk diskriminasi belum optimal.

Oleh karena itu, Kemen PPPA melakukan berbagai upaya guna mewujudkan kesetaraan gender sehingga perempuan Indonesia sehat secara fisik, mental, sosial, dan terbebas dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi; dan memastikan anak-anak Indonesia terlindungi dan terpenuhi haknya sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi SDM unggul.

“Untuk mencetak SDM yang pintar dan berbudi pekerti luhur harus didahului oleh SDM yang sehat dan kuat. Bukan hanya calon ibu, tetapi kita juga harus mempersiapkan calon ayah dan lingkungan yang sehat sehingga seluruh komponen, dari lingkungan terkecil, menengah, hingga besar aman dan layak untuk anak-anak Indonesia,” tutup Pribudiarta.

Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Pasundan Didi Turmudzi dalam buku 30 penulis perempuan hebat mengatakan berbagai tantangan menyangkut sumber daya manusia tengah dihadapi bangsa kita saat ini.

Salah satunya dengan menurunnya indeks siswa Indonesia berusia 15 tahun. Akibatnya, menurut dia tingkat literasi pada anak usia sekolah tersebut jadi menurun. “Matematika menurun, science-nya juga menurun,” ucapnya.

lanjut Didi, diperburuk oleh pengaruh negatif gawai terhadap anak-anak sebagai wujud buruknya pengawasan dan pola asuh dari orangtua. “Dengan jumlah penduduk yang besar, seharusnya SDM mampu menjadi modal utama dalam menjalankan pembangunan,” kata Didi.

Oleh karena itu, Didi sangat berharap para orangtua khususnya ibu mampu menjalankan tugas dan fungsi dengan baik.

“Ibu menjadi kunci kesuksesan dari segala perubahan. Ibu adalah penyuluh, perempuan yang selalu memberi percik pemikiran yang cemerlang,” katanya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani berkata bahwa peran perempuan mampu mempercepat pemulihan ekonomi global.

“Jika perempuan diberikan peran lebih besar, hal ini akan mempercepat proses pemulihan ekonomi global di suatu negara. Womenomics atau pelibatan lebih besar perempuan dapat menjadi penggerak ekonomi, baik dalam masa normal ataupun krisis,” ucap Puan.

Ia juga selalu mengingatkan semua pihak agar menyertakan perempuan dalam seluruh proses pembangunan. Menurut dia, partisipasi perempuan seharusnya bukan sekadar kebijakan afirmatif, melainkan kesadaran atas penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.

“Tanpa kesadaran akan penghargaan harkat dan martabatnya sebagai manusia, maka perempuan akan terus menghadapi berbagai kendala yang dapat berasal dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi, maupun politik,” ujar dia.

Eks Menko PMK ini mengatakan pemberdayaan perempuan harus menjadi agenda bersama antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Dia percaya sebuah negara tidak mungkin sejahtera dan maju jika para perempuannya tertinggal.

“Saat ini, perempuan telah banyak aktif dan mengambil peran strategis dalam setiap kegiatan pembangunan di segala bidang. Mulai dari ekonomi, sosial, lingkungan hidup, olahraga, ilmu pengetahuan, riset, dan lainnya,” tutur dia.

Puan pun mendorong agar perempuan terus meningkatkan kapasitas dan kualitas dirinya demi menghadapi tantangan masa depan. Dia juga menekankan pentingnya perempuan untuk mampu mengorganisir sehingga menghasilkan kepemimpinan perempuan yang inspiratif.

Editor: Milna Miana

Sumber: rilis

Load More Related Articles
Load More By Publik Sultra
Load More In Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Perbandingan Metode Waterfall dan Agile dalam Manajemen Proyek

Pendahuluan Dalam dunia manajemen proyek, dua pendekatan yang umum digunakan adalah metode…