BAB 1: Pendahuluan
Kita sering membayangkan bahwa perusahaan raksasa seperti Google, Amazon, Facebook, atau Microsoft memiliki infrastruktur siber yang nyaris tak tertembus. Tapi kenyataannya, bahkan perusahaan teknologi global dengan dana miliaran dolar pun pernah tumbang akibat serangan Denial of Service (DoS) atau DDoS (Distributed Denial of Service).
Ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa sistem secanggih itu bisa lumpuh hanya karena “banjir trafik”? Artikel ini akan mengungkap alasan mendalam mengapa DoS tetap menjadi ancaman serius bagi perusahaan besar sekalipun.
BAB 2: Skala Besar = Target Besar
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula eksposur dan ketergantungannya pada sistem digital. Akibatnya:
-
Mereka menjadi target utama karena dampaknya akan terasa lebih luas.
-
Sektor layanan vital seperti perbankan, e-commerce, cloud, hingga media sosial sangat rentan karena tak boleh offline meskipun satu detik.
-
Peretas tahu bahwa downtime beberapa menit saja bisa merugikan perusahaan besar hingga jutaan dolar.
Serangan DoS terhadap perusahaan besar sering kali dilakukan untuk balas dendam, sabotase, tekanan politik, atau sekadar “unjuk kekuatan” oleh kelompok siber.
BAB 3: Kompleksitas Sistem = Titik Lemah Baru
Infrastruktur digital perusahaan besar memang sangat canggih, namun juga:
-
Tersusun dari banyak komponen berbeda: data center, API, microservices, CDN, cloud hybrid, dan lainnya.
-
Semakin kompleks sistem, semakin banyak titik kegagalan yang bisa dimanfaatkan oleh penyerang.
-
DoS bisa menyerang celah kecil seperti endpoint API atau server DNS yang sering luput dari pengamanan maksimal.
Ironisnya, infrastruktur besar justru lebih sulit dikendalikan secara menyeluruh saat serangan datang dari berbagai arah.
BAB 4: Serangan DDoS yang Terkoordinasi dan Canggih
Berbeda dari masa lalu, kini serangan DoS dilakukan secara terdistribusi dan terorganisir:
-
Menggunakan jutaan perangkat IoT (kamera CCTV, router rumahan, printer, dll.) yang disusupi malware dan dikendalikan sebagai botnet.
-
Serangan bisa mencapai skala hingga 1–2 Tbps (terabit per detik), seperti pada kasus GitHub (2018).
-
Lalu lintas palsu dibuat mirip pengguna asli, sehingga sulit dideteksi oleh sistem keamanan.
Teknik seperti amplification, slowloris, dan multi-layered DDoS membuat serangan bukan hanya lebih kuat, tapi juga lebih licik.
BAB 5: Faktor Non-Teknis yang Memperparah Dampak
Selain sisi teknis, beberapa faktor non-teknis juga menyebabkan perusahaan besar tidak kebal dari DoS:
-
Keputusan manajemen lambat dalam merespons insiden.
-
Kebijakan keamanan belum diperbarui mengikuti tren ancaman terbaru.
-
Kurangnya koordinasi antar tim, khususnya antara TI, PR, dan manajemen risiko.
-
Ketergantungan pada pihak ketiga seperti CDN, penyedia DNS, atau vendor cloud—yang juga bisa menjadi titik lemah.
Bahkan perusahaan sebesar Amazon pun pernah mengalami downtime sebagian akibat serangan pada layanan DNS eksternal, bukan pada server utama mereka.
BAB 6: Penutup – Siapa pun Bisa Jadi Korban
Fakta bahwa perusahaan raksasa dunia bisa tumbang akibat DoS membuktikan satu hal penting: tidak ada sistem yang benar-benar kebal. Keamanan siber bukan soal seberapa besar server atau seberapa mahal alatnya, tapi:
-
Seberapa cepat tim bisa merespons.
-
Seberapa fleksibel sistem menghadapi lonjakan trafik.
-
Seberapa konsisten pengujian dan pembaruan pertahanan dilakukan.
DoS adalah pengingat bahwa dalam dunia digital, kekuatan sistem diuji bukan hanya saat berjalan normal, tapi saat diserang secara tak terduga. Maka dari itu, baik startup kecil maupun korporasi global harus selalu waspada, adaptif, dan siap dengan skenario terburuk.
NAMA : FAHRUL DERMANSYAH
NIM : 23156201011
PRODI:SISTEM KOMPUTER STMIK CATUR SAKTI KENDARI