Home Berita Mendadak Banyak Pejabat Blusukan, Siap-siap Pilpres 2024?

Mendadak Banyak Pejabat Blusukan, Siap-siap Pilpres 2024?

8 min read
0
0
194
Mensos Risma blusukan di Kawasan Sudirman-Thamrin

JAKARTA, PUBLIKSULTRA.ID – Sepertinya kebiasaan “blusukan” oleh para pejabat dan pemimpin negara mulai jadi tren karena dianggap menjadi cara untuk menarik simpati rakyat. Meskipun istilah ini baru dikenal ketika era kepemimpinan Presiden Jokowi, sebenarnya sejak dulu banyak pemimpin sudah melakukannya.

Kini, banyak pejabat mendadak blusukan ke daerah-daerah di Indonesia. Baru-baru ini misalnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengunjungi Sleman, Yogyakarta untuk bertemu petani serta memantau vaksinasi. Setelah itu, dia mampir ke Banyuwangi, Jawa Timur untuk bertemu nelayan.

Baca Juga: Anies Minta Dinsos Cek Tunawisma yang Ditemui Risma, PDIP DKI: Ambil Hikmahnya, Jangan Baper

Tak hanya Puan, pejabat lain juga ikut-ikutan melakukan blusukan. Contoh saja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang November ini menyambangi Mataram dengan agenda mendorong ekonomi kreatif di sana.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan sejumlah pejabat lain juga rutin mengunjungi daerah. Agaknya, gaya kepemimpinan yang “membumi” jadi tren.

Baca Juga: Ketua DPR Turun ke Sawah Tanam Padi di Sleman

Lalu, apakah blusukan tersebut murni memang diperlukan, ataukah hanya akal-akalan. Pasalnya, banyak pejabat melakukan kunjungan ke daerah menjelang Pemilu. Apalagi, nama-nama di atas tersebut juga masuk dalam daftar tokoh yang kerap disebut-sebut dalam survei elektabilitas.

Blusukan tak relevan lagi

Sejumlah pengamat pun kerap mengomentari kegiatan blusukan yang dilakukan para tokoh politik. Bahkan, ada pengamat yang berpendapat bahwa gaya blusukan yang pertama diusung oleh Jokowi sudah tak efektif lagi.

Pendapat tersebut diungkapkan Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar. Ujang menilai blusukan tak efektif dilakukan di tengah pandemi Covid-19 saat ini karena bukan saatnya kampanye.

Ujang mengatakan gaya blusukan memang masih diperlukan, misalnya untuk memastikan kondisi nyata di lapangan. Akan tetapi, dia mengingatkan bahwa blusukan tak akan menyelesaikan persoalan.

Contohnya, lanjut dia, tindakan Jokowi menelepon Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin karena kosongnya stok obat di apotek yang didatangi, pada Juli 2021. Menurut Ujang, mungkin saja masalah di apotek tersebut akan selesai, tetapi tak menyelesaikan kelangkaan obat di banyak daerah di Indonesia.
“Carut marut penanganan pandemi juga tak akan bisa teratasi hanya dengan blusukan, dan blusukan saat ini bagi rakyat terkesan pencitraan,” kata Ujang.

Begitupun dengan kegiatan blusukan yang pernah dilakukan Jokowi ke apotek di Bogor pada bulan sama. Menurut Ujang, seharusnya Presiden mengambil langkah kebijakan yang jelas dan tegas untuk menangani Covid-19.

“Jangan sampai rakyat menilai blusukan Jokowi tersebut untuk menutupi banyak persoalan menangani Covid-19,” kata Ujang.

Blusukan dan kampanye

Pengamat menilai, banyak tokoh politik yang melakukan blusukan memiliki motif politik. Misalnya ketika Menteri Sosial Tri Rismaharini melakukan blusukan ke wilayah Thamrin, Jakarta Pusat, tak lama setelah dirinya menjabat Mensos.

Menanggapi gebrakan Risma tersebut, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai mantan Wali Kota Surabaya itu tak sekadar bekerja sebagai Mensos. Di balik itu semua, Jerry melihat ada manuver politik yang dilakukan Ketua DPP PDIP tersebut menuju ajang pemilu berikutnya.

“Saya lihat gaya ini [blusukan Risma] bagian manuver politik,” kata Jerry.

Bahkan, Presiden juga ditengarai memiliki agenda tertentu setelah diketahui semakin intens melakukan blusukan. Akhir-akhir ini, Jokowi memang semakin rutin blusukan ke daerah-daerah, mirip ketika dia masih melakukan kampanye.

Pakar politik sekaligus pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, menjelaskan ada beragam aksi yang dilakukan Jokowi selama blusukan belakangan ini. Cara Jokowi blusukan tersebut sebetulnya erat kaitannya pada saat pencitraan pada zaman kampanye dulu.

“Jadi aktifnya Pak Jokowi melakukan blusukan kemudian kegiatan-kegiatan yang erat kaitannya dengan pencitraan, seperti pada zaman kampanye dulu, misal menanam jagung bareng, menanam mangrove, tersebar foto-foto dia lagi pakai kaus kaki, atau cara lain memberi jaket ke pendukungnya, itu sebetulnya cara-cara dia waktu kampanye,” kata Hendri.

Lebih jauh, Hendri mengatakan ada dua kemungkinan dari aktivitas blusukan tersebut. Pertama, Jokowi ingin diingat sebagai presiden yang humble ketika selesai menjabat.

Kemungkinan kedua, lanjut Hendri, bisa jadi hal tersebut ada kaitannya dengan usaha Jokowi untuk mendorong dirinya bisa menjabat hingga 3 periode. Meskipun Jokowi sudah mengelak, menurut Hendri tak salah jika publik berpikir demikian.

“Kalau dari perkataan Pak Jokowi, kan sudah tidak tuh ya, tapi kalau kemudian itu diisukan atau dimunculkan isu seolah-olah blusukan Pak Jokowi atau pencitraan Pak Jokowi yang dilakukan akhir-akhir ini adalah untuk membentuk opini dan persiapan bila ada perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode, ya tidak bisa disalahkan juga,” jelasnya.

Dia menyebut kebenaran di antara kedua persepsi itu akan terbukti nantinya. Menurutnya, Jokowi bisa jadi tengah berupaya meninggalkan legacy sebagai presiden dekat dengan rakyat yang humble atau bisa jadi Jokowi tengah bersiap menjadi presiden periode ke-3. (*)

Editor: Milna Miana

Sumber: rilis

Load More Related Articles
Load More By Publik Sultra
Load More In Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Mengungkap Rahasia Dibalik Teknologi Blockchain

Pendahuluan Pengantar Blockchain adalah teknologi yang semakin populer dan memiliki potens…