Home Berita Makanan Khas Daerah sebagai Identitas Budaya Nasional

Makanan Khas Daerah sebagai Identitas Budaya Nasional

17 min read
0
1
802

Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang memiliki ribuan pulau dan memiliki berbagai macam karakteristik masyarakat, bermacam budaya, suku bangsa, dan agama. Makanan tradisional Indonesia merupakan salah satu keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Setiap daerah, provinsi, dan kota di Indonesia memiliki makanan khasnya masing-masing. Kota atau daerah dijadikan destinasi pariwisata dikarenakan memiliki kekhasan sajian dan makanannya selain karena suku etnis dan budayanya. Makanan khas dari setiap daerah ini terlahir dari budaya masyarakat itu sendiri yang selalu menyajikan makanan-makanan khas sebagai sajian khusus dalam sebuah acara adat maupun acara-acara biasa seperti menyambut tamu atau hajatan.

Sebagai negara multikultural dengan banyak keberagaman, identitas nasional bangsa Indonesia pun juga beragam. Salah satunya adalah makanan khas daerah. Setiap daerah memiliki budaya kuliner yang berbeda-beda dan ini menjadikannya karakter nasional yang kuat dan keberagaman tercipta. Makanan merupakan ranah budaya dalam kehidupan sehari-hari yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Makanan menghubungkan manusia dengan semua makhluk hidup. Makanan mencerminkan identitas budaya dan dapat menciptakan batas-batas dalam perbedaan budaya. Kuliner sendiri merupakan identitas budaya yang multikultur secara global. Kuliner Indonesia memiliki jangkauan yang sangat luas, membentang di seluruh kepulauan Nusantara dan mendiami lokasi yang strategis. Kuliner Indonesia mulai mendunia karena memiliki cita rasa yang unik dan beragam. Penyajian secara tradisional hanya menggunakan daun pisang, janur, dan daun pandan, rupanya menarik perhatian banyak kalangan dari mancanegara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sajian dapat diartikan sebagai hidangan atau makanan yang telah disediakan di suatu tempat dan siap untuk dimakan. Sajian khas daerah, menunjukan bahwa masyarakat Nusantara memiliki kekayaan kultural dan agama. Beragamnya sajian khas Indonesia merupakan salah satu contoh budaya yang sentral, dikarenakan perbedaan selera dan rasa pada setiap daerah, sehingga menyebabkan keanekaargaman sajian nusantara contohnya masyarakat suku Jawa cenderung menyukai masakan bercitarasa manis ataupun suku Sunda yang cenderung memilih makanan dengan citarasa gurih. Dengan mengenal sajian khas tiap daerah kita dapat mengetahui dan memahami proses terciptanya makanan tersebut dan sejarah yang terjadi dibelakangnya.

Makanan khas daerah adalah sebuah menu masakan yang menjadi ciri khusus suatu daerah. Suatu masakan atau kuliner memang menjadi identitas sebuah daerah di tanah air. Masakan yang menjadi identitas daerah biasanya memiliki cita rasa khas yang lezat. Sehingga banyak orang yang menyukai makanan khas tersebut. Makanan khas daerah yang biasa dikonsumsi di suatu daerah sangat cocok dengan lidah masyarakat setempat. Makanan asli atau khas daerah tertentu di Indonesia dalam pengolahannya dikuasai oleh masyarakat di daerah tersebut.

Berikut penulis akan membahas mengenai Tombole sebagai makanan khas Wakatobi dan Identitas Budaya Nasional Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan perairan, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

 Termasuk di dalam pengertiannya pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Pengertian pangan di atas merupakan definisi pangan yang dikeluarkan oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu Food and Agricultural Organization (FAO).

Menurut sumber dari : http://e-journal.uajy.ac.id/  berkaitan dengan kebijakan ketahanan pangan. Pengerti pangan dikelompokkan berdasarkan pemrosesannya, yaitu: 1) Bahan makanan yang diolah, yaitu bahan makanan yang dibutuhkan proses pengolahan lebih lanjut, sebelum akhirnya siap untuk dikonsumsi. Pemrosesan di sini berupa proses pengubahan bahan dasar menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi untuk tujuan tertentu dengan menggunakan teknik tertentu pula. Contoh bahan makanan olahan adalah nasi, pembuatan sagu, pengolahan gandum, pengolahan singkong, pengolahan jagung, dan lain sebagainya. 2) Bahan makanan yang tidak diolah, yaitu bahan makanan yang langsung untuk dikonsumsi atau tidak membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut. Jenis makanan ini sering dijumpai untuk kelompok buah-buahan dan beberapa jenis sayuran.

Bahan baku pangan secara umum dapat dikatakan untuk diolah lebih lanjut ataupun dapat langsung dikonsumsi (tanpa diolah). Dalam proses pengolahan ini juga dibutuhkan bahan tambahan, berupa bumbu masak, bahan-bahan penyedap, dan bahan-bahan lainnya yang berfungsi untuk pelengkap penyajian makanan. Pengertian pangan yang dimaksudkan dalam tulisan ini difokuskan pada jenis pangan yang mendominasi kandungan karbohidrat. Jenis makanan atau pangan yang dimaksudkan terdiri atas beras, jagung, ketela, singkong, jenis ubi-ubian, dan jenis ketela.

Ubi kayu merupakan bahan makanan yang amat digemari masyarakat khusunya masyarakat Wakatobi. Hasil olahan ubi kayu ternyata bukan hanya kasuami, ternyata ada olahan dari ubi kayu khas Wakatobi kuhusunya di pulau Tomia yang unik dan tentunya lezat. Masyarakat Tomia menyebutnya dengan Tombole, sedangkan proses pembuatannya dinamakan Hetombole. Tradisi hetombole biasanya dilakukan pada saat panen besar.

Untuk proses pembuatannya, biasanya masyarakat setempat dilakukan beramai-ramai, terkadang bisa melibatkan warga satu kampung. Tahapan kegiatan hetombole cukup banyak dan juga memakan waktu lama. Mulai dari pemilihan ubi kayu, pengolahan kaopi, gepeng, pembungkusan dan pemanggangan. Menurut Ina-ina (panggilan untuk orang tua perempuan di Tomia) mengatakan, hetombole biasanya memakan waktu 1 hari dimulai dari pengolahan ubi, proses pencampuran adonan dan biasanya dipanggang pukul 16.00 sore dan bisa diambil pukul 19.00 malam.

Adonan tombole sendiri dibungkus dengan daun kelapa, daun pisang atau daun apa saja (pada gambar 1) yang tidak mempengaruhi cita rasa tombole. Pemanggangannya juga masih terbilang sederhana, memanfaatkan batu panas yang ditimbun dalam bara api. Kemudian tombole dimasukan ke dalam lubang galian lalu ditutupi dengan daun pisang. Sementara tanah digunakan untuk menutupi tempat yang dapat dilalui panas.

Gambar 1. Tombole dan proses pembuatanya (https://wakatobikepo.blogspot.com/)
Gambar 1. Tombole dan proses pembuatanya (https://wakatobikepo.blogspot.com/)

Untuk rasa, masyarakat pulau Tomia biasanya menyesuaikan dengan selera, ada yang menyukai rasa original tanpa pemanis tambahan, dan ada juga yang menambahkan dengan gula pasir atau gula batu sehingga memiliki cita rasa yang manis.

Keragaman yang terbilang khas ini dapatnya menjadi perhatian bersama (khususnya masyarakat Tomia) untuk dijaga dan tetap membudaya untuk dikonsumsi, terlebih Tombole ini, tidak hanya menjadi kegiatan makan bersama, namun lebih pada aktivitas kerjasama dan tercipta kebersamaan di sana. Itulah yang akrab disebut Hetombole di Tomia.

Olehnya itu, beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian budaya berharga ini tetap ada dan juga dapat dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat dimanapun. Mengingat, dewasa kini betapa banyak menu demi menu makanan yang bejibun. Jika kita merujuk pada dominasi, maka kebanyakan menu makanan saat ini terinspirasi dari makanan dari luar negeri. Tak heran, jika pemuda kini telah banyak yang beralih untuk mencicipi dan lebih memilih makanan yang dimaksud. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan Penulis diantaranya;

Fortifikasi Dan Diversifikasi.

Fortifikasi atau lengkapnya fortifikasi pangan atau pengayaan adalah proses penambahan mikronutrien (vitamin dan unsur renik esensial) pada makanan. Hal ini boleh jadi merupakan murni pilihan komersial untuk menyediakan nutrisi ekstra dalam makanan, sementara di saat yang sama terdapat kebijakan kesehatan masyarakat yang bertujuan mengurangi jumlah orang dengan gizi buruk dalam populasi.

Meskipun benar bahwa baik fortifikasi dan pengayaan mengacu pada penambahan nutrisi pada makanan, definisi sebenarnya sedikit berbeda. Seperti yang didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), fortifikasi mengacu pada “praktik yang dengan sengaja meningkatkan kandungan mikronutrien esensial, misalnya vitamin dan mineral (termasuk unsur renik) dalam makanan, terlepas dari apakah nutrisi itu awalnya ada atau tidak pada makanan sebelum diproses, sehingga dapat meningkatkan kualitas gizi dari persediaan makanan dan untuk memberikan manfaat kesehatan masyarakat dengan risiko minimal terhadap kesehatan”, Sedangkan pengayaan didefinisikan sebagai “identik dengan fortifikasi dan mengacu pada penambahan mikronutrien yang hilang selama pemrosesan makanan”. Sehingga dengan ini, Tombole tentu akan memiliki kelebihan sebab dapat dimakan bersama nutrsi-nutrisi lain yang telah ditambahkan. Fortifikasi pangan diidentifikasi sebagai strategi kedua dari empat strategi WHO dan FAO untuk mulai mengurangi kejadian kurang gizi di tingkat global.

Kedua, Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan, diversifikasi memiliki dua makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dan diversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk diversifikasi tersebut masih berkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan. Apabila diversifikasi tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok tanam, maka diversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan.
Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan disisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber pangan yang beragam Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara berdaulat dan mandiri begitu juga di Wakatobi. Konsep diversifikasi hanya terbatas pada pangan pokok sehingga diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi non beras. Pada   dasarnya diversifikasi   pangan   mencakup   tiga   lingkup   pengertian   yang   saling   berkaitn yaitu  diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi  ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi  pangan.

Diverifikasi pangan juga bermanfaat untuk memperoleh nutrisi dari sumber gizi yang  lebih   beragam   dan   seimbang.  Diversifikasi   pangan   yang   dilakukan  masyarakat   kawasan  ASEAN  umumnya,  dan  Indonesia  khususnya  yaitu  berupa   nasi, karena   mayoritas wilayah  Asia Tenggara merupakan wilayah penghasil beras. Indonesia juga menegaskan komitmennya dalam melaksanakan program tersebut dengan menjelaskan definisi diversifikasi pangan yang tertuang  dalam Peraturan   Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan demi mewujudkan swasembada beras dengan meminimalkan konsumsi beras agar tidak melebihi produksinya.(Syamsuddin Mahasiswa Pascasarjana Prodi S3 Ilmu Pertanian, Universitas Halu Uleo).

Load More Related Articles
Load More By Publik Sultra
Load More In Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Solusi Mobile Device Management untuk Kerja Jarak Jauh

Ilustrasi MDM (Mobile Device Management) Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir, banyak…