Home Berita Duh! Rupiah Jatuh Lagi Gara-gara Corona

Duh! Rupiah Jatuh Lagi Gara-gara Corona

4 min read
0
0
275
Ilustrasi

PUBLIKSULTRA.ID – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Faktor eksternal dan domestik membuat ruang penguatan rupiah terbatas.
Pada Kamis (24/6/2021), US$ 1 dihargai Rp 14.430 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.

Namun beberapa saat kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.440 di mana rupiah melemah 0,07%.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,21% di hadapan dolar AS. Padahal sehari sebelumnya rupiah bisa menguat 0,17%.

Baca Juga : Koleksi 109 Gol, Cristiano Ronaldo Resmi Samai Rekor Gol Internasional Milik Ali Daei

Namun memang penguatan rupiah adalah sesuatu yang langka akhir-akhir ini. Bahkan rupiah pernah melemah selama enam hari perdagangan beruntun. Dalam sebulan terakhir, rupiah melemah 0,56% terhadap dolar AS secara point-to-point.

Hari ini, sepertinya rupiah bakal sulit berbuat banyak. Pasalnya, dolar AS juga sedang oke.

Pada pukul 07:25 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,01%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini melesat 2,42%.

Penyebab kebangkitan dolar AS adalah kembalinya isu seputar pengetatan kebijakan alias tapering off oleh bank sentral The Federal Reserve/The Fed. Dua pejabat teras The Fed, Raphael Bostic (Presiden The Fed Atlanta) dan Michelle ‘Miki’ Bowman (Anggota Dewan Gubernur The Fed), menyatakan tekanan inflasi boleh saja cuma sementara. Namun dampaknya akan terasa dalam waktu lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

baca juga : Kabar Gembira! Cum Laude Bakal Dapat Jatah Kusus dalam Penerimaan CPNS 2021

“Berbagai data terbaru membuat saya memajukan proyeksi (kenaikan suku bunga acuan). Saya memperkirakan suku bunga sudah perlu naik pada akhir 2022. Meski temporer, tekanan inflasi akan terjadi dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan. Bukan hanya 2-3 bulan tetapi bisa 6-9 bulan,” ungkap Bostic, sebagaimana diwartakan Reuters.

“Saya setuju bahwa tekanan inflasi disebabkan oleh keterbatasan pasokan dan peningkatan permintaan akibat pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening). Jika situasi sudah lebih stabil, lebih seimbang, tekanan ini memang akan berkurang. Namun saya sulit memperkirakan kapan itu terjadi, yang jelas akan memakan waktu,” tambah Bowman, juga dikutip dari Reuters.

Pernyataan Bostic dan Bowman membuat hantu’ taper tantrum yang sempat pergi kini datang lagi. Dibayangi oleh potensi kenaikan suku bunga, investor berpaling ke dolar AS karena ada harapan berinvestasi di mata uang ini akan memberikan cuan gede. (*)

Editor : Heldi Satria | Sumber : CNBC Indonesia

Load More Related Articles
Load More By Publik Sultra
Load More In Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Emak-Emak Gemoy Solid Dukung Yudhianto Mahardika Maju Pilwali

KENDARI, PUBLIKSULTRA.ID – Sekelompok Milineal dengan nama Kerabat Yudi (Kerja Rakya…