Home Berita Dampak Perubahan Iklim, Jayawijaya Berpotensi Mencair

Dampak Perubahan Iklim, Jayawijaya Berpotensi Mencair

5 min read
0
0
370
Dampak Perubahan Iklim, Jayawijaya Berpotensi Mencair
ilustrasi gunung jayawijaya

JAKARTA, PUBLIKSULTRA.ID – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati meminta komitmen penuh Pemerintah daerah dalam aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Dalam webinar yang digelar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Jumat, 6 Agustus 2021, Dwikorita Karnawati memperingatkan potensi mencairnya es di Jayawijaya akibat perubahan iklim.

Ia menambahkan, laju pembangunan di daerah sangat masif sehingga peran Pemda pun dinilai sangat penting.

Menurut Dwikorita Karnawati, Pemerintah Kabupaten atau Kota harus mempersiapkan kemungkinan terburuk dari bencana alam serta dampak perubahan iklim.

Bencana alam tersebut seperti badai tropis, banjir, banjir bandang, longsor, angin kencang, dan kekeringan yang diprediksi akan lebih sering terjadi dengan intensitas yang lebih kuat.

Selain itu, Dwikorita Karnawati mengatakan mencairnya es di puncak Jaya Wijaya Papua yang diprediksi oleh BMKG akan punah pada tahun 2025, dan naiknya muka air laut.

Dia pun menegaskan bahwa mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim sudah mendesak, guna mencegah risiko dan kerugian yang lebih besar.

baca juga : Siapkan 8 perlengkapan ini Jika Sewaktu-waktu Harus Isoman

“Aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim butuh komitmen politik, karena harus dimulai dari Kepala Daerah yang diwujudkan dalam rencana pembangunan jangka penengah daerah (RPJMD),” tutur Dwikorita Karnawati, dikutip dari Pikiran-Rakyat.com dengan judul BMKG Peringatkan Potensi Jayawijaya Mencair Akibat Perubahan Iklim

Dia juga mengingatkan bahwa upaya mengatasi persoalan perubahan iklim adalah tugas yang cukup menantang.

Hal itu adalah karena dibutuhkan komitmen gotong royong dan koneksitas yang kuat dari level pusat hingga daerah, dengan usaha-usaha yang komprehensif dan nyata.

“Jika komitmen hanya dilakukan satu daerah, hal tersebut menjadi kurang berarti. Kita harus membangun persepsi bersama bahwa perubahan iklim ini adalah sebuah kerisauan dan ancaman bersama-sama, karena dampaknya tidak mengenal batas administrasi,” kata Dwikorita Karnawati.

Dia pun membeberkan sejumlah fakta yang dirilis Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) bahwa suhu tahun 2020 menjadi salah satu dari 3 tahun terpanas yang pernah tercatat, meski terjadi La Nina.

Sedangkan di Indonesia, tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua dalam catatan dan pengamatan dari 91 stasiun BMKG yang menunjukkan suhu rata-rata permukaan pada tahun 2020 lebih tinggi 0,7 derajat Celsius dari rata-rata periode referensi tahun 1981-2010.

Situasi itu memicu pergeseran pola musim dan suhu udara, yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi.

Salah satunya adalah kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi kondisi kekeringan ekstrem, tetapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan pertikulat ke udara.

“Saya berharap fakta-fakta ini dapat perhatian kita bersama, guna mencegah pemanasan global makin parah,” ujar Dwikorita Karnawati. (Eka Alisa Putri/Pikiran-Rakyat.com))

Editor: Rahma Nurjana

Sumber: Pikiran Rakyat

Load More Related Articles
Load More By Publik Sultra
Load More In Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Mengungkap Rahasia Dibalik Teknologi Blockchain

Pendahuluan Pengantar Blockchain adalah teknologi yang semakin populer dan memiliki potens…