Zero Trust kini menjadi istilah populer di dunia keamanan siber. Banyak perusahaan besar, vendor teknologi, hingga pemerintah mulai mengadopsi pendekatan ini.
Tapi di balik popularitasnya, muncul berbagai kritik, mitos, dan kebingungan. Apakah Zero Trust benar-benar seaman yang diklaim? Atau sekadar strategi mahal dan rumit?
Mari kita bahas beberapa kritik umum, lalu kita bedakan mana yang mitos, mana yang realita.
Mitos #1: Zero Trust Artinya Tidak Percaya Sama Sekali
Fakta:
Zero Trust bukan berarti tidak percaya siapa pun selamanya.
Yang dimaksud adalah:
“Jangan langsung percaya hanya karena seseorang berada di dalam jaringan.”
Artinya, setiap akses harus diverifikasi dan dibatasi sesuai kebutuhan.
Intinya: verifikasi dulu, baru beri akses.
Mitos #2: Zero Trust Itu Mahal dan Hanya untuk Perusahaan Besar
Fakta:
Benar, implementasi penuh bisa mahal. Tapi banyak elemen Zero Trust bisa dimulai secara bertahap dengan biaya terjangkau.
Contoh awal yang murah dan mudah:
-
Aktifkan Multi-Factor Authentication (MFA)
-
Gunakan manajemen akses berbasis peran
-
Pantau aktivitas login pengguna
Zero Trust bukan tentang membeli alat mahal, tapi mengubah cara berpikir tentang keamanan.
Mitos #3: Zero Trust Bisa Mencegah Semua Serangan Siber
Fakta:
Tidak ada sistem yang 100% aman.
Zero Trust tidak menjamin tidak akan terjadi serangan, tapi mampu membatasi dampaknya, misalnya:
-
Menahan penyebaran ransomware
-
Memblokir akses mencurigakan lebih cepat
-
Mendeteksi penyalahgunaan akun internal
Jadi, Zero Trust mengurangi risiko, bukan menghilangkannya sepenuhnya.
Kritik Nyata: Implementasi Zero Trust Itu Rumit
Benar.
Menerapkan Zero Trust secara menyeluruh tidak mudah. Dibutuhkan:
-
Pemahaman mendalam tentang aset dan pengguna
-
Integrasi berbagai sistem (IAM, MFA, monitoring, dsb)
-
Perubahan budaya kerja dan pelatihan tim
Tapi ini bisa disederhanakan dengan pendekatan bertahap dan terfokus pada prioritas. Tidak harus dilakukan sekaligus.
Kritik Nyata: Banyak Vendor Menjual “Label” Zero Trust
Fakta:
Banyak vendor mengklaim produk mereka “Zero Trust-ready”, padahal hanya sebagian kecil dari konsepnya.
Zero Trust bukan produk tunggal, tapi kerangka kerja.
Solusinya:
-
Fokus pada prinsip-prinsipnya, bukan hanya beli alat
-
Evaluasi kebutuhan keamanan organisasi sebelum memilih vendor
Kritik: Zero Trust Bisa Menghambat Produktivitas
Benar jika diterapkan tanpa perencanaan.
Kalau terlalu banyak verifikasi atau pembatasan, karyawan bisa merasa ribet.
Solusi:
-
Gunakan teknologi adaptif (contoh: login satu kali, lalu akses aman selama sesi aktif)
-
Buat kebijakan fleksibel yang tetap aman tanpa mengganggu kerja
Kesimpulan: Zero Trust Bukan Sempurna, Tapi Masih Relevan
Zero Trust memang bukan solusi ajaib. Ada tantangan nyata, seperti kompleksitas, biaya awal, dan miskomunikasi konsep.
Namun, jika dipahami dan dijalankan dengan benar, Zero Trust bisa meningkatkan keamanan secara signifikan, terutama di era cloud, remote work, dan serangan yang makin kompleks.
Kuncinya bukan ikut tren, tapi mengadopsi Zero Trust dengan cerdas dan bertahap.
Penulis : Alfira Melani Putri
Nim : 23156201006
Jurusan : Sistem Komputer STMIK Catur Sakti Kendari